Selasa, 16 April 2013

Untuk Apa Berdo'a...

 

   Meski do'a artinya menyeru dan memohon, di dalamnya sebenarnya tersimpan kekuatan untuk bangkit dan membuat loncatan hidup jauh ke depan. Ketika berdo'a kepada Tuhan, beban seseorang akan menjadi ringan karena telah dibagi dengan Dia Yang Mahaagung, yang di tangan-Nya tergenggam semesta ini. Dengan mengadu dan membuka diri di hadapan-Nya, do'a akan mengalirkan energi Ilahi, sehingga seseorang akan memperoleh kekuatan baru dan berlipat ibarat kita mengisi ulang baterai yang sudah lemah. Ketika seseorang berdo'a dengan sunggug-sungguh, dia tengah melakukan proses pencairan gelombang energi semesta sehingga semesta akan berpihak kepadanya. Ritual semua agama intinya berdo'a. Dalam do'a itu seseorang, baik secara individual maupun kolektif, menyampaikan puji syukur  kepada Tuhan dan menyampaikan permohonan. Coba kita baca kidung suci semua agama, di sana terdapat banyak persamaan yang berisi puji-pujian dan permohonan.

   Dalam Islam, kidung suci dimaksud adalah surah Al-Fatihah, yang kandungannya universal dan isinya mudah diterima semua pemeluk agama. Bahkan, orang yang enggan berafiliasi dengan sebuah institusi agama, tetap saja berdo'a menyeru Tuhan. Hanya saja, ada kecenderungan orang berdo'a di kala duka. Ketika sudah sangat terjepit oleh situasi atau keadaan, baru kita datang kepada Tuhan, berdo'a, mengajukan pertolongan. Setelah problem berlalu, do'a pun berhenti. Padahal,  menurut sabda Rasulullah SAW.,  do'a yang disampaikan baik waktu suka maupun duka, akan lebih dikabulkan. Tanpa disadari, saking semangatnya meminta kita terkesan mengajari atau mendikte Tuhan. Menurut sebuah hadis, Tuhan akan marah pada hamba-Nya yang sombong, tidak pernah berdo'a. Namun, Tuhan juga marah jika melihat hamba-Nya banyak berdo'a, tanpa bekerja. Ora et labora

   Ketika berdo'a, hendaknya tetap tulus, pasrah pada Tuhan, bukan mengajari atau mendikte Tuhan karena Dia Mahabijak dan Mahatahu apa yang terbaik bagi hamba-Nya. Maka, di penutup do'a kita diajarkan agar tetap memuji dan menyucikan Allah, menyadari bahwa apa yang kita anggap baik belum tentu baik bagi Allah. Akhirnya, kita serahkan kepada-Nya dan kita menunggu keputusan-Nya, sembari tetap berusaha. Rasulullah bersabda, "semua permintaan hamba-Nya pasti akan dikabulkan jika seseorang berdo'a dengan sungguh-sungguh."

   Ada empat kemungkinan jawaban Tuhan. Pertama, do'anya dikabulkan sebagaimana yang diminta dalam waktu dekat. Kedua, dikabulkan namun dalam waktu lama setelah seorang hamba berkali-kali datang pada-Nya untuk meminta hal yang sama. Ketiga, do'anya dikabulkan namun diganti dalam bentuk lain yang lebih cocok bagi kepentingan hamba-Nya. salah satunya adalah diganti dengan dihindarkan dari malapetaka. Keempat, segala kebaikan yang diminta akan dikabulkan dengan berlipat ganda, tetapi diberikan nanti di akhirat.

   Do'a adalah hak dan kebutuhan yang melekat sejak kita lahir. Karena Tuhan telah menciptakan manusia, maka manusia merasa memiliki hak untuk mengajukan berbagai permintaan kepada penciptanya. Oleh karena itu, ada orang berdo'a yang isinya penuh pujian dan terima kasih, tetapi ada juga yang bernada protes dan keluh kesah atas nasib hidupnya yang tidak beruntung.

   Karena do'a itu universal dan melekat pada setiap orang, maka ungkapan seperti "Oh, my God" sangat populer di antero dunia, sekalipun pengucapnya mengaku tidak beragama. Saya sendiri memiliki pengalaman unik, yakni ketika pada 1981 saya berjalan-jalan di Moskow ditemani oleh seorang pemandu dan hujan turun spontan; si pemandu ini berseru "Oh, my God...," padahal dia seorang ateis. Rupanya, sepanjang sejarah, kesadaran akan adanya Zat dan Kekuatan Absolut yang mengatasi semesta ini tetap ada, yang kemudian disebut Tuhan, sehingga manusia sulit untuk tidak memikirkan dan mencari-Nya menghaturkan do'a kepada-Nya.

   Namun perlu disadari, kehidupan yang sukses tidak selalu dikarenakan kekuatan do'a, melainkan hasil kerja keras dan cerdas dengan mengikuti hukum alam, yang sesungguhnya hukum alam itu pun merupakan ciptaan Tuhan. Maka, Tuhan selalu memerintahkan, "Bekerjalah kamu dengan sungguh-sungguh lalu serahkan semuanya itu kepada-Ku".

   Fenomena mutakhir yang sering kita lihat, ada orang yang masuk penjara karena korupsi dan kemudian berdalih bahwa ini semua cobaan Tuhan. Akibatnya, ketika di dalam penjara dia sangat rajin berdo'a dan bersembahyang. Sikap demikian bisa dipahami, sebab dengan mendekatkan diri pada Tuhan beban di penjara akan berkurang. Tetapi, menurut nalar sehat, apa kepentingan Tuhan memasukkan seseorang ke penjara jika dia telah jelas seorang koruptor? bahwa dia kemudian bertobat itu bagus dan logis. Tetapi, rasanya tidak tepat bahwa berbuat korupsi dan kemudian masuk tahanan merupakan takdir dan cobaan Ilahi. memang, ketika orang ditimpa musibah, ketika orang lain tidak sanggup membantu, maka Tuhan merupakan sandaran terakhir, sehingga muncul ungkapan yang mengalir dari lisannya: "Demi Allah," "Allah yang Mahatahu," "ini semua fitnah. Fitnah. Saya yakin Allah yang Mahatahu dan Mahaadil." "Nanti Tuhan yang membalasnya." "Tuhan yang akan mengungkapkan kebenaran akhir," dan seterusnya. Ini bisa saja merupakan ekspresi do'a atau menghibur diri sambil menutupi kebohongan. Kita melihat dan mendengar para koruptor yang menganggap pengadilan terhadap mereka sebagai cobaan dari Tuhan.



   Padahal, sebelum menjabat, para koruptor tersebut berdo'a sepenuh hati agar diberi jabatan, berusaha sekuat-kuatnya, jika perlu  dengan menyogok atau melakukan kolusi dan menjual integritas mereka demi mencapai kedudukan atau jabatan. Setelah menjabat, mereka sibuk mengumpulkan kekayaan dan mengekalkan kekuasaan, melakukan korupsi dan melupakan Tuhan. Ketika korupsi mereka terungkap dan harus menghadapi sidang pengadilan, mereka berucap bahwa Tuhan tengah memberi ujian dan mereka tengah mendapat cobaan dari-Nya. Ucapan mereka sesungguhnya merupakan pelemparan tanggung jawab dan kesalahan kepada Tuhan yang mengabulkan do'anya.

   Pernyataan para politisi bahwa dia dizalimi, sementara dirinya merupakan bagian dari rezim yang membuat susah Rakyat, juga merupakan pelemparan tanggung jawab dan kesalahan pada Tuhan. Jika kita percaya dan pasrah pada kemampuan Tuhan saat kita berdo'a, kita juga selayaknya percaya dan pasrah pada nasib atau hal-hal jelek yang timbul dari dikabulkannya do'a kita itu.

   Tuhan Mahasempurna dan tidak mungkin melakukan kesalahan, sedangkan manusia adalah makhluk lemah dan serakah yang sangat mungkin melakukan kesalahan. Kita harus berhati-hati dalam berdo'a karena do'a kita mungkin dikabulkan padahal kita belum tentu siap menerima konsekuensinya.





Komaruddin Hidayat - Agama Punya Seribu Nyawa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mari bersedekah ilmu..mari memberikan tanggapan..